Tuesday, March 8, 2011

Rencana Besar Itu





Jauh-jauh hari sebelum seorang anak kecil mengganti bola lampu kamarnya untuk penerangan yang lebih baik untuk belajar pada senja kemarin, telah ada seseorang yang bertungkus lumus yang mempercayai dan mengerjakan gambaran mental penciptaan lampu pijar di kepalanya. Seseorang tersebut melakukannya bahkan di saat orang lain sama sekali bukan hanya tidak mampu melihat gambaran mental itu, mengira bahwa ternyata ada kebutuhan seperti itu dalam kehidupan saja tidak. Itu kenapa orang-orang seperti dia disebut pemimpin. 

7 Maret, Senin pagi, aku sudah terbangun dengan tidur yang hanya berdurasi sekitar mungkin tidak lebih dari empat jam. Empat jam sebelumnya aku mengantar one of my best friend or alter ego ke Stasiun Tugu Jogjakarta untuk kepergiannya ke Surabaya, yang akan dilanjutkan pukul tiga sore-nya ke Thailand. Di satu sisi dia my alter ego, tetapi di sisi lain juga marketer pribadi tidak langsung, dan secara sukarela. Melaluinya, aku sangat memercayai mouth-to-mouth marketing itu sangat powerful

Kemampuannya ‘menjual’ diriku kepada orang lain telah memosisikanku untuk mendekati kepada wanita-wanita hebat—yang walaupun akhirnya tidak berhasil, dan menjadikanku salah satu anggota organisasi super di Jogjakarta. Dia memaksaku keluar dari zona nyamanku selama ini dan harus mempelajari banyak hal kembali, bahkan untuk hal-hal yang di masa lalu tidak ku sukai. Mau tahu apakah itu? Aku harus menyukai Biologi, Fisika, Sejarah, dan mata pelajaran lainnya di organisasi super itu untuk membimbing adik-adik SMA di Jogjakarta. I’m not thinking I’m not capable of, but I never involve myself in this kind of competition. I don’t know the real realm of it and having no soul of it. I’m afraid to misguide you my younger brothers or sisters. But, I am willing to help you by doing my best. J

Sementara untuk memposisikanku untuk mendekati kepada wanita-wanita hebat…, Oh, I don’t want to discuss about it. Hahaha. Seolah dia melihat bahwa prinsipku bahwa jomblo-itu-life-style seperti sebuah penderitaan batin yang berkepanjangan. Paragraf ini murni bercanda. Hahaha.

Well, hari ini aku ada janji konsultasi dengan dosen pembimbing Pak Mulyadi. Beliau ialah seorang pembimbing yang perfeksionis. Pesannya, jangan pernah menulis sesuatu tanpa tahu artinya. Jangan pernah mengetik jika tidak dibaca kembali, berulang-ulang! Jangan pernah ngasal dalam segala hal dalam melakukan skripsi! He is the best. Kalau ada cerita seorang dosen pembimbing menanyakan progres tulisanmu melalui email dan mengucapkan selamat tahun baru beserta doanya melalusi sms berbahasa Inggris, beliaulah orangnya, dan itu dilakukan kepadaku. Hebatkan? Yah, kita berdua memang punya life style keren seperti itu dalam menjalani kehidupan. Lho? Hahaha, kidding readers. Tapi, email dan sms itu betul. Sombong ah…Hahaha.

Setelah di pagi hari membuka akun Facebook-ku dan berpikir apa rencana hari ini dan sedikit membersihkan kamar dan menyibukkan diri untuk kebersihan badan (mandi maksudnya J), aku tiba di parkiran kampus. It is full. Tapi aku mencoba masuk, dan masih ada beberapa space kosong.

Back to campus again. Seeing many new faces and you haven’t graduated yet. Again, this is life style. Lho? J

Aku mengetuk pintu dua kali dengan masing-masing tiga ketukan. Suara beliau mempersilakan membuka. Namun ketika ku buka pintu, beliau sedang melayani seorang tamu. So, aku menunggu dulu. Lesehan di depan ruangan beliau sambil memperhatikan orang-orang lewat  dan beberapa dosen yang tak ku kenal. Mungkin mereka berkata dalam hati kepadaku, “skripsi itu bukan hanya tentang membaca literature dan menulis Dude, tapi juga menunggu manis.”

Tidak berapa lama, tamu tersebut keluar, dan aku masuk. Beliau mempersilakanku duduk di kursi di depan beliau. Kami dipisahkan oleh meja besar beliau. And evaluation starts to work. Begitu banyak kesalahan penulisan yang aku lakukan. Dengarkan ini.

“Ini apa ini kata ‘dari’ dimasukkan di sini. Kalau saya katakan begini betul tidak?: Ini baju daripada saya. Saya teman daripada anda.”

Aku tertawa kecut kecil dan menjawab, “salah Pak.”

“Nah , itu dia!”

Kesalahan-kesalahan lain dengan tipe sama lain bergerombol menyusul.

Namun di tengah proses ini, tiba-tiba seorang tamu lain masuk--setelah tamu ini menelpon telpon kantor beliau beberapa menit lalu. Mereka sepertinya membicarakan mengenai pajak penghasilan yang akan dibayar oleh Pak Mulyadi. Namun setelah hampir selesai dalam bincang singkat mereka, Pak Mulyadi mengatakan kalimat bahwa beliau akan pensiun tahun depan kepada tamu ini.

What?! Jreeng…

Tamu tersebut pergi meninggalkan ruangan, aku mengkonfirmasi beliau.

“Bapak mau pensiun?”

“Iya, saya ingin menggunakan hak satu tahun cuti saya untuk menulis buku. Ketika mengajar saja saya menulis buku, apalagi nanti, saya mau fokus.”

Aku yang curious dan agak khawatir ini bertanya kembali.

“Tapi bagaimana jika ada mahasiswa Bapak yang belum lulus?”

“Oh tidak apa-apa. Saya akan masih tetap mengajar.”

“Oh begitu Pak.” Senyum lega dengan nafas keluar deras.

Meskipun cukup lama proses ini berlangsung, namun akhirnya bimbinganku hari ini berakhir juga. Selalu, kami tidak hanya mendiskusikan mengenai skripsiku, tetapi juga topik atau tema lain yang beliau ceritakan atau yang aku tanyakan. Dari mulai mengenai Ahmadiyah, politikus, buku-buku, dst. Itu juga sudah selesai. Aku menyisipkan pemberitahuan dan pertanyaan terakhir kepada beliau.

“Pak, saya ini punya rencana …(censored)…Jadi tujuannya untuk merubah mindset mereka, dan mungkin Bapak memiliki nasihat atau masukan kepada saya  tentang hal ini.”

Aku mengatakannya dengan lirih. Sebelum mengatakannya, aku berpikir cepat apakah akan mengatakannya atau tidak. Aku khawatir ini akan menjadi tombol yang salah yang aku tekan di siang ini. Beliau mungkin saja kecewa atau marah karena aku seolah menduakan tugas mengerjakan skripsi dengan hal lain. Tapi, decision has been made with calculated risk. Paling-paling beliau akan memarahiku.

Namun beliau menjawab.

“Fakhri itu mulia sekali. Mereka perlu untuk melihat perspektif lain.”

Suasana kemudian menjadi haru. Suara beliau terdengar berubah, serak seperti ketika kita meneteskan air mata, meskipun beliau tidak meneteskan air mata. Sepertinya beliau tersentuh hatinya. Keserakan suara dan bahasa wajah haru ini sebelumnya juga pernah aku lihat pada wajah Pak Mario Teguh ketika mendapati perkataan dari salah satu bapak muda yang menargetkan menghabiskan waktunya bersama teman-teman lain tujuh tahun di Jakarta untuk belajar apapun, dan setelahnya akan kembali ke Papua untuk membangun daerah. Aku mendengarnya dengan disusul oleh keheningan batin sesaat. Wow, this is great God. Aku melanjutkan.

“Ya, jadi dalam bulan-bulan akhir ini, dua hal ini yang akan saya lakukan Pak, skripsi dan rencana ini.”

“Nggak papa, bagus itu. Bagus”

Aku merubah nada ruangan dengan bertanya kembali.

“Pak, memangnya apa sih sebenarnya pendidikan itu?”

“Pendidikan ialah pengajaran ilmu untuk merubah kehidupan melalui penggunaannya. Di barat sana, pendidikan begitu penting dan mereka serius menggunakannya di kehidupan, makanya bagus.”

Aku mengganguk. Melanjutkan kalimat-kalimat untuk menutup kesempatan ini. Aku menjabat tangan beliau dengan style-ku, mengucapkan doa untuk kesehatan beliau, dan  mengucapkan terima kasih. Beliau berdiri untuk menyambut tamu berikutnya sembari seolah seperti mengantarkan ku untuk keluar. Aku meninggalkan ruangan beliau dan menutup pintu.

Setelah pintu kututup, aku melompat girang dan haru dengan  wajah menatap langit-langit lorong antar ruangan dosen ini. Semangatku terpompa. Pengertianku terperbaiki. Aku lebih siap untuk rencana itu. Hatiku mengatakan, “Tuhan rasa ini  belum pernah kurasakan sebelumnya.” Aku kembali melompat girang dan haru. Aku sangat bersyukur dengan kehidupan dan Pemiliknya.