Friday, December 26, 2008

HARI IBU


Tanggal 22 Desember 2008…Di dalam bus, dalam perjalanan Ngawi-Jogja…


“Letih terlihat di wajah yang tua itu
Tertidur pulas dalam alunan gelap malam
Di balik senyummu, teduhkanku…”



Aku berjalan ke kursi paling belakang. Untuk menemukan posisi wenak jawabannya ialah pada kursi paling belakang, dengan catatan: sekitarku aman!


Sementara itu, Mp3 player masih dengan indah bertengger di kedua telinga.


“Terbayang potret kala engkau masih muda
Ajarkan sebuah kata cinta dalam hidup
Kekuatan kasihmu nyata pulihkan jiwaku
yang kadang goyah…”



“Brakkk” kujatuhkan badan dikursi.


Hmm…Pikiran sudah stabil sekarang. Waktu luang minggu tenang ku alokasikan satu hari untuk menyambangi adikku di salah satu ponpes yang terletak di kabupaten Ngawi Jawa Timur. Seolah berkilo-kilo beban studi jatuh berceceran di sepanjang jalan. Rinduku terlepas kepada adikku. Bagaikan temali kapal nelayan yang terlepas dari ikatannya di salah satu tiang dermaga. Welcome to the calm ocean…


Aku memejamkan mata. AC di atas kepalaku terus meniupiku dengan lembut. Tenang rasanya. Di sebelahku duduk satu keluarga, sepasang suami-istri dengan dua anaknya yang masih kecil.


Masih kupejamkan mata. Lagu ini mengingatkanku kepada seseorang yang memberiku kehidupan. Maksudku bukan Tuhan, tapi seseorang, yaitu ibu. Siang tadi aku mengirimkan sms selamat hari ibu kepadanya. Ketika kita mengucapkan kata “ibu” di situ ketenangan hadir di kalbu, itu yang dikatakan Pak Mario Teguh…Benar sekali ya Pak…


Tiba-tiba indera penciumanku merasakan hal yang aneh. Aku mencium bau tidak sedap. Tidak mungkin bus ber-AC dengan jendela tertutup bisa diserang bau yang tidak sedap dari luar. Apakah hanya perasaanku saja? Masih kupejamkan mata. Semakin lama bau itu tidak menghilang. Aku memutuskan membuka mata. Ku melihat ke depan, keadaan normal. Aku melihat ke sebelah kiriku, ke luar, tidak ada sesuatu yang bisa menyebabkan bau itu, apalagi untuk masuk ke dalam bus. Aku melihat ke kanan. Ouh…muntah seorang anak kecil sudah meluber ke paha sang ayah.


Seolah anak ini tahu jika hari ini merupakan hari ibu. Seolah sengaja tidak ingin membuat ibunya repot. Sehingga, seolah sengaja muntahnya itu “dititipkan” kepada ayahnya. Walhasil, sang ayah repot harus membersihkan “”titipan” muntah anaknya.


Di sinilah peran ibu. Segala urusan anak jadi urusan ibu, tapi belum tentu urusan ibu diurus oleh anak, bahkan walau hanya untuk menjadi pikiran sang anak. Maka, “tidak usah kiranya kita berbagi masalah kepada Ibu kita, karena walaupun masalah itu telah usai, sang Ibu pasti masih memikirkan masalah kita” itu kata Pak Mario juga.
Ibulah yang membersihkan sang anak. Sang ayah juga mendapat perlakuan yang sama dari istrinya.


Selamat hari ibu untuk ibuku, dan seluruh ibu di muka bumi…


Reff:

“Pesonamu…
Masih jelas kurasa hingga kini
Menemani, hingga ku dewasa…
Derai air mata dan pengorbananmu
Takkan tergantikan
Terima kasih ibu…”


Theme song : Pesona Potretmu – Ada Band (album Harmonious)…

Sunday, December 21, 2008

AYAT-AYAT CINTA #2

Jika Anda terkejut membaca judul saya, itu artinya saya berhasil membuat judul yang eye catching, yang bertujuan untuk memaksa Anda membaca keseluruhan posting saya kali ini. Sedikit jahil mungkin…

“Teman-teman, saya mohon do’a untuk menulis novel Ayat-ayat Cinta 2. Dimana Fahri nantinya akan hidup di eropa-tidak di Mesir lagi. Jika selama ini eropa seolah-olah sesuatu yang membuat orang Indonesia kagum, maka tidak dengan Fahri. Bahkan mungkin, Fahri akan mengajar di salah satu perguruan tinggi di sana, mengajar para experts di sana. Indonesia selalu kalah dengan negara-negara eropa secara faktual, nah, sekali-kali, di fiksi, Indonesia harus menang…hehe…”

Anda pasti dengan mudah mengetahui siapa yang mengeluarkan kata-kata itu. Yang menjadi pertanyaan, benarkah yang saya tuliskan itu? Secara inti itu benar, tetapi sedikit mustahil bagi saya untuk mengingat ketepatan kata-kata yang diucapkan oleh Kang Abik, dan menuliskannya kembali.

Diskusi publik tertanggal 20 Desember 2008 yang merupakan salah satu dari serangkaian acara Festival Budaya Islam yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Budaya menghadirkan pembicara: Kang Abik, Deddy Mizwar, dan M. Sulhan (dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UGM). Tema yang diangkat ialah “Nggak Cuma Nonton : Mencari Inspirasi di Balik Film”.

  • “Film itu “sihir”, mempunyai daya pukau luar biasa. Dia merupakan komoditi mengandung budaya. Film membentuk mindset kita.”
  • “Realitas kehidupan Indonesia banyak, tetapi hanya sedikit yang tercover dalam film-film Indonesia.”
  • “Di Indonesia, pemerintah tidak meng-intervensi terhadap film. Sangat berbeda dengan di AS yang merupakan komoditi penting. Istimewa, karena kemudian membawa komoditi-komoditi lain”. Ini kata-kata dari Deddy Mizwar.

  • “Realitas diangkat dalam frame, membutuhkan perjuangan, dalam kata lain itu hal susah.”
  • “Ayat-ayat Cinta menjadi wajah Indonesia pada dunia, it’s just one sample.”
  • “Cinema = bicara teknis, perhatian detail.”
  • “Pembantu ber-make up hanya terjadi di Indonesia.” Ini kata-kata dosen.

Banyak wawasan baru yang menghinggapi pengetahuan saya dari mereka. Kata-kata di atas hanya sebagian yang saya catat di kertas. Saya mohon maaf jika ada kekeliruan, atau ada kata-kata yang missed. Diskusi kemarin mengasyikkan. Jika pembicaranya Kang Abik dan Kang Deddy (itu panggilan Deddy Mizwar yang saya dengar kemarin-nggak salah tuh?) sudah bisa dipastikan tidak kurang dari 60 persen partisipannya kaum hawa, berjilbab! karena memang dalam rangkaian Festival Budaya Islam. Bagaimana jika di situ juga hadir Fahri, apa yang terjadi ya? Hehe…

Sepertinya dua bulan terakhir ini benar-benar merupakan bulan film bagi saya. Dua posting terakhir saya berbicara film. Kini saya mengetahui bahwa stress yang saya alami dalam keterlibatan dalam penggarapan film suatu hal yang wajar, walau hanya film pendek berdurasi 15 menit. Kini saya juga tahu bahwa film itu sangat penting dalam dunia modern saat ini. Dia bisa menjadi penghibur, pemberi inspirasi, pembentuk opini publik, juru dakwah yang efektif, sampai sebagai juru kampanye partai politik mungkin.

Deddy Mizwar juga berujar yang dikutip dari perkataan Quraish Shihab, bahwa film yang islami itu merupakan film yang berbicara mengenai fitrah hidup manusia. Menyadarkan untuk kembali kepada-Nya. Juga, ketika dia berbicara keindahan, menyadarkan kita siapa sebenarnya pencipta semesta ini. Beliau mencontohkan film Laskar Pelangi yang memvisualisasikan keindahan alam Belitong juga bisa diklasifikasikan sebagai film islami.

Thursday, December 18, 2008

I am tired...


Realisasi tidak semudah rencana…
Tidak semua do’a dijawab seratus persen oleh Allah…

Lebih kurang satu bulan otak dan pikiranku sengaja diperas, atau secara tidak sengaja dia memeras dirinya sendiri. Selama satu bulan yang terpikir scene by scene, adegan demi adegan, film, film, dan film….Hupphh…Aku lelah…

Aku seolah melompat dan berdiri pada satu daratan pijakan baru. Di sebuah daratan yang dimana bukan di situ aku berada sebelumnya. Mungkin aku memang dinasibkan dan tentunya sudah tercatat di salah satu lembaran lauhul mahfudzh hidupku. Aku berada pada satu dimensi kehidupan lain. Aku menikmati satu kesenangan baru. Yah, aku membuat ide cerita, aku menulis naskah, dan aku sebagai pemeran utama di film yang aku ciptakan sendiri. Tentu, ada masukkan dan sumbang saran dari member lain, teman-temanku…

Hari ini film itu ditayangkan dalam presentasi kami. Besar ekspektasi yang terbangun, bagi kelompok kami sendiri, dan mungkin bagi teman-teman di kelas, tidak ketinggalan dosen. Realisasi tidak semudah rencana. Tidak semua do’a dijawab seratus persen oleh-Nya. Dia memiliki rencana lain yang pasti terbaik bagi kami. Dia ingin menunjukkan hikmah yang masih tersembunyi. Dia mengatakan sesuatu yang belum kumengerti.

At least, kami sudah bekerja keras. Bukan hanya tenaga, materi, juga emosi tercurah di film ini, satu bulan ini. Aku lelah, aku mau melompat ke daratanku sebelumnya. Tapi kini ku punya daratan pijakan baru. Aku akan berpetualang di atasnya. Dibawah awannya. Di antara padang sabananya yang luas dan indah. Melompat-lompat di taman-tamannya. Bermain riak-riak air di aliran sungainya yang jernih. I find a new world of me…

Saturday, December 13, 2008

FILM

Tidak mudah untuk menyatukan isi kepala…
Tidak mudah untuk meramu isi kepala untuk menghasilkan ramuan pikiran cerdas dan berseni
Dan, tidak mudah untuk saling menghargai…

“Saya kira ini menjadi standard presentasi kita”

Kalimat itu merupakan sebuah apresiasi seni dari dosen, seni drama yang ditampilkan oleh kelompok penyaji. Itu juga merupakan jawaban pertanyaan dalam kepala kami, apa sebenarnya yang dimaksud dosen dengan “kejutkan saya atas presentasi kalian!”. Dalam mindset kami, presentasi ya presentasi, commonly menggunakan bantuan powerpoint atau software-sofware tertentu yang mempunyai fungsi terkait dengan presentasi.

“Debb!!”

Bola imajinasi yang memantul-mantul di kepala tiba-tiba terdiam dengan sendiri. Hung!, no idea. Dengan cara apa bisa perform ‘the shocking/surprising presentation”. Haruskah drama lagi? Jawabannya: pengekor, tidak kreatif, dan tradisional.

Dua hari aku pikirkan, rencana membuat film menemukan titik terang. Akhirnya-selama empat jam-aku berhasil menuliskan script film yang akan menjadi proyek besar kami nantinya. “Love and the Cost Accounting: A Couple of Curse” itu judulnya.

Awalnya, menjengkelkan ketika terciptanya sebuah standar dalam tugas presentasi yang harus kami lakukan. Kami harus bekerja keras. Harus berfikir keras dan kreatif. At the end, ternyata sebuah standar memacu kita untuk bertindak at least commensurate with the standard, or you can do more…

Katakan padaku, apa atau adakah sebenarnya yang membuat sebuah film bernilai seni tinggi? Pertanyaan itu mencuat dariku setelah mengetahui bahwa membuat film itu susah, complicated. Tidak hanya untuk film itu sendiri, tetapi juga untuk para involved human capital. Menyesuaikan waktu luang, saling menghargai isi kepala, bersama-sama meramu resep-resep imajinatif untuk diterapkan di film, saling tenggang rasa, saling pengertian, dan saling seterusnya, respectively, jikalau mau lihat list “saling’ itu, lihatlah pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dari kelas 4 s.d. kelas 6 sekolah dasar.

Mudah-mudahan film kami diapresiasi, dihargai, atau mudah-mudahan it will beyond the standard….