Friday, April 24, 2009

MISTERI TELAH TERUNGKAP (KKN part-1)

Dokter Wanita Muda yang Menarik


Aku terduduk bingung di atas ranjang sederhana tinggi ini. Sepatu sengaja ku lepas agar tidak mengotori bed cover. Kaos kaki yang baru dicuci dua hari yang lalu, tergantung bersama sepasang kaki yang menjuntai. Satu meter di depanku terpampang cermin besar. Aku bisa melihat wajah yang sedang bingung, itu wajahku sendiri. Aku memutar badan empat puluh lima derajat ke kanan, satu meter di depanku berdiri seorang wanita lebih tua dariku. Dia berjalan mendekatiku setelah menanyakan yang menurutku itu hal-hal pribadi.

“Buka baju!!”

“What??”

Dia mengeluarkan perintah yang mengejutkanku. Perintah itu jika tertulis, pasti dengan dua tanda seru di belakangnya. Aku menjadi lebih bingung. Aku reflek berteriak dalam hati. Teriakan bingung jika tertulis, pasti dengan dua tanda tanya di belakangnya.

“Lihat ke cermin, jangan lihat ke lain!!” lagi sebuah perintah.

Kemudian, dia menyentuh telingaku. Trying to find something wrong inside may be.

Dia sepertinya seorang dokter. Dia menanyakan tentang berbagai penyakit atau pengalaman sakit yang (pernah) kumiliki atau pernah ku alami. Jawabannya semua tidak ada. “Alergi?” Sepertinya tidak ada. Dia menyenter mataku. Mengintip ke dalam telingaku. Mendengarkan detak jantungku. Aku tidak tahu dengan semua prosedur itu. Untuk mencari kejanggalan apa sebenarnya yang ada di tubuhku. “Ok, everything is fine and normal”

“Golongan darah kok belum di isi??”

“Aku tidak tahu.”

“Terus selama ini??”

“Ngarang atau menanyakan sama ibu. Beliau mengatakan tulis saja sama seperti golongan darah Ibu??”

“Upps, sejak kapan golongan darah berubah??” dia bertanya dengan tertawa usil.

“Bagiku , semenjak aku mengisi identitas untuk masuk SMP, dari apa yang ku isi di raport SD. Sejak saat itu berubah, bahkan berubah-ubah”

“Wow, hebat!!”

“Mengejek??”

“Eeemm tidak. Tapi kamu harus mengeceknya di laboratorium favorit kamu!!”

“Sejak kapan lab seperti warung makan bagiku??”

“Emm, hanya bercanda”

“Penting??”

“Sangat untukkmu, bukan untukku!!”

“Sudah selesai??”

“Yu hu”

“Ok, thank you. Apakah aku harus kembali ke ruangan ini??”

“Tidak perlu. Listen!! Sebenarnya kamu yang butuh aku, bukan aku yang butuh kamu. So, please ubah intonasi dan mimik kamu ketika mengatakan harus kembali atau tidak!!”

“Ok bu Dokter yang terhormat!!. Dengan segala kerendahan hati, I apologize.”

“See you…”





Lawan Tanding yang Tak Sebanding


Aku masuk. Berdiri di belakang pintu yang baru tertutup otomatis. Ruangan menarik dengan berbagai warna terang dan cerah. Kesan yang begitu urban, juga minimalis. So, where do I have to step or
move?? Oh, pasti ke wanita itu. Senyumnya menyuruhku untuk duduk di kursi di depan mejanya.

“Pagi, bisa saya bantu…”

Sapaan yang hangat di waktu pagi. Persis seperti sapaan para pegawai customer service yang telah terdidik dan berpengalaman. Tapi dia a receptionist.

“Cek golongan darah”

“Baik, silakan isi biodata dulu. Sebelumnya sudah pernah ke sini??’

“Ini yang pertama Mbak”

Aku mengisi data-data yang harus aku isi. Nama, alamat, no hp, dst…

“Ini Mbak”

“Baik. Langsung ikuti saya ya”

Aku mengikuti langkahnya yang men-drive aku ke ruangan transparan. Dapat dilihat dari luar dengan kaca bening bersih sebagai dindingnya.

“Selamat pagi Bapak”

Seorang petugas menyapaku lagi. Bapak?. Terlihat tua kah aku??

“Cek darah ya Pak”

“Iya Mas” untuk meyakinkan aku lebih muda agak banyak beberapa tahun darinya.

Petugas mulai bekerja. Memakai sarung tangan. Membuka kotak kecil. Di dalamnya ada banyak suntikan yang tersusun seperti korek api. Tapi pasti suntikan-suntikan itu bukan untuk orang-orang yang sedang berkepentingan sama seperti aku saat ini. But, he picks it one.

“Sebentar Mas. Apakah kita harus menggunakan alat ini?? Getir…

“Iya”

“Apakah maksudnya aku harus di suntik??” Konfirmasi…

“Iya”

“Yang aku tahu. Ada alat yang lebih mutakhir dibandingkan satu yang tua ini untuk mengeluarkan darah. Jika saya tidak keliru, itu hanya sesuatu yang kecil, even though sebuah jarum. Dengan hanya disentuhkan dengan sedikit tenaga, akan membuat darah mengucur CUKUP di ujung jariku. Aku mendengarnya dari sahabatku ketika dia praktik di laboratorium sekolah” Usaha penolakan…

“Bapak takut disuntik??”

“Pertama dia memanggilku Bapak. Kemudian dia ingin menyuntik aku. Hey come on. Aku ke sini hanya untuk menanyakan golongan darahku apa. Bukan untuk disuntik.” Bicara sendiri dalam hati…

“Bukan tentang ketakutan. Aku sudah mengalaminya beberapa kali sewaktu kecil. Bahkan ketika kewajiban agama itu kujalankan. Aku disuntik lebih dari satu kali. Setelah itu tidak pernah lagi.”

“Apakah ini tentang trauma??”

“Emm. Oke. Menurutku ini hanya sesuatu yang tidak sebanding. Sebuah jarum suntik yang keras dan angkuh melakukan penetrasi pilu ke permukaan kulit, daging, dan nadi. Tiga bagian tubuh dimasuki olehnya dengan kejam. Kemudian, dia ambil beberapa CC darahku. Jumlahnya menjadi empat bagian tubuhku mendapat perlakuan tidak adil, apalagi sebanding.!!”

Tapi petugas ini tidak kalah keras dan angkuhnya dengan jarum suntik. Dengan senyuman keharusan sebuah pekerjaan yang dia coba tawarkan kepadaku. Sementara kedua tangannya menggulungkan balutan kencang di lengan kiriku. Setelah itu, tangan kirinya meraba untuk menemukan spot yang tepat di lenganku yang telah pasrah. Tangan kanannya dengan cekatan langsung. Nyes….Sebuah jarum menusukku.

“Apakah saya terlihat seperti seorang anak kecil atau orang bodoh saat ini Mbak?” aku bertanya pada petugas perempuan yang juga ada dalam ruangan ini sedari tadi.

“Oh tidak. Biasa kok.” Dia sambil tersenyum. Sebuah senyum penghibur untuk seorang calon pelanggan yang tidak potensial.

“Tapi untung telah masuk. Proses itu telah kulewati”

“Sepertinya akan diulang”

“Apa??”

“Ya, tidak tepat pada spot yang seharusnya. Darah tidak keluar.”

“Hei. Apa kalian tidak sadar dengan kepanikanku hanya untuk satu kali penetrasi?? Kemudian harus diulang?? Pantas begitu banyak yang menginginkan fakultas kedokteran. Yang benar dong Mas!!”

“Sudah kok” Petugas perempuan meyakinkanku bahwa untuk kali yang kedua telah berhasil

Aku kemudian berani melihat lengan kiriku yang telah dibalut dengan sejenis plaster untuk luka. Agar kuman tidak masuk.

Cukup lama aku menunggu untuk sebuah hasil di ruangan yang sebenarnya nyaman ini. Tapi sebisa mungkin untuk tidak berhubungan dengannya lagi. Itu petuah para tetua adat. Kemudian sms masuk.

Sender: Hi-lab #00010904150061#
ZulfahruiAu : AB0 AB; RH (+)


Sms yang tidak kumengerti isinya. Teman darimana lagi yang iseng di siang yang terik ini. Pasti dia telah makan siang untuk melakukan hal iseng ini. Terlihat dari seriusnya dia mengetik angka-angka itu.

Resepsionis itu kembali menyapaku dengan mata dan senyuman yang diberikannya untuk memintaku menuju ke tempatnya.

“Ini ya Mas”

“Terima kasih ya Mbak”

Ternyata sms itu hasil cek darahku. Isi surat yang diberikan resepsionis tidak berbeda dengan isi sms. Memang ada banyak cara untuk mencari keunggulan dalam bersaing. But, wait, golongan darahku tidak berbeda dengan kode nomor polisi kendaraan Yogyakarta. Ternyata aku salah tebak selama ini. Golongan darah yang aku tuliskan di raport SD, SMP, SMA, KTP, dst semuanya salah. It’s ok untuk melakukan kesalahan dalam hidup. Meski kesalahan yang relatif besar ini. Misteri selama 21 tahun itu telah terungkap.

Monday, April 13, 2009

Impian Dari Tepi Laut


Keindahan-keindahan yang belum datang itu seakan sirna. Seolah tidak akan pernah datang. Seolah semua telah jelas terlihat di depan sana. Apa yang akan terjadi dan keadaan seperti apa yang akan terjadi. Sepertinya akan menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja.

Banyak orang mengatakan bahwa hidup itu ialah sebuah misteri. Tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian. Apa dan bagaimana itu akan terjadi, biarlah itu terjadi nantinya, dan dengan sendirinya. Dia akan memberikan sesuatu yang tidak akan pernah kau duga. Sesuatu yang sebelumnya belum kau rasa. Sesuatu yang akan membuatmu menjatuhkan air mata yang hanya sedikit itu. Entah apakah karena engkau bahagia atau memang kau terluka. Bukankah itu sebuah keindahan hidup?

Mungkin itu alasan kenapa Tuhan tidak mengizinkan sang khalifah untuk tidak meramal, memprediksi, dan meyakini sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Karena dengan itu dirimu tidak akan pernah berbahagia, was-was, takut, dan penuh pikiran atas ketakutan-ketakutan yang engkau ciptakan. Artinya, Tuhan menginginkan sang khalifah bertingkah laku yang terbaik saat-saat ini, untuk saat ini dan untuk masa depan. Biarkan Dia yang akan menguji kita dengan berbagai skenario yang Dia yakini terbaik untuk kita.

Mungkin kita boleh melakukan analisis skenario untuk menghadapi masa depan yang misterius itu. Memperhitungkan segala sesuatu yang akan terjadi pada rentang ekstrem. Kemudian memutuskan langkah selanjutnya yang terbaik. Sebuah langkah sistematis dan antisipatif. Untuk sebuah hasil, ketika kita meneteskan air mata, kita menghapusnya, dan kemudian mengatakan dengan tersenyum bahwa ini air mata kebahagiaan. Tapi, sedikit banyak tentu tidak akan sama dengan apa yang kau harapkan. Tuhan itu bijaksana.

Lagi bayangan-bayangan yang akan datang itu sepertinya akan biasa-biasa saja. Sesudah meletakkan variable pada sebuah fungsi masa depan yang akan terjadi. Hasilnya, biasa-biasa saja. Meski itu di situ terdapat kenikmatan yang indah. Analisis scenario pada rentang favorable terekstrem telah dilaksanakan. Hasilnya, ya biasa-biasa saja itu. Hal ini hanya tumbuh dari rekayasa proses pikiran yang sempit dan pendek seorang anak manusia yang menginginkan sesuatu di masa depan. Dia pikir semudah, sesederhana, dan sebiasa-biasa itu. Bodoh…!!!

Berhenti sejenak. Berpikir dan berkontemplasi lagi…


Bukankah sewaktu kecil kita ditanamkan dengan nilai-nilai indah di masa depan yang hopefully akan kita temukan. Kita memimpikannya. Untuk selalu bertingkah laku sejalan dengan impian-impian indah itu...??

Orang-orang besar menjadi besar dengan impian besar yang mereka ciptakan dan kata-kata besar yang membesarkan mereka. Impian-impian dan kata-kata besar itu mampu mengalahkan rintangan dan hambatan yang sering, susah, pelik, dan menantang itu. Meski, terkadang air mata jatuh ketika mereka merasa begitu terjatuh dan hampir menyerah. Namun, tetap bangun kembali. Sekali lagi hidup itu indah…

Impian itu tumbuh dari tepi laut di kehingan malam. Hanya dihibur oleh ombak kecil bergulung. Terkadang diterangi oleh satu bulan yang anggun dan ribuan kerlipan bintang yang jenaka. Impian itu tumbuh di pelataran kayu ulin hitam tua yang dikolongnya merupakan daratan lumpur hitam berkarang, bersampah, dan lunak. Impian itu tumbuh akan lebih jauh dari kapal tanker dan tugboat yang tertidur di tengah laut sana. Impian itu akan lebih dalam dari dalamnya laut pasang bulan desember. Impian itu akan jauh lebih mahal dari speed boat bermesin dua milik perusahaan tambang batubara terkenal yang bertambat di pelataran sebelah. Impian itu akan lebih dingin dan misterius dari angin malam, dari pekatnya laut di malam hari.

“Sudahya Ki, kita berjuang di jalan masing-masing”

Sebuah pesan pendek yang menutup percakapan tertulis jarak jauh di tengah malam. Dari saudara yang telah merubah jalan hidupnya. Dia telah jauh lebih dewasa. Untuk mewujudkan impian-impian yang tumbuh di tepi laut, di pekatnya malam, di atas lumpur hitam, di pelataran tenang kayu ulin yang dingin.