Monday, January 28, 2008

“That is interesting for me..So please tell me about Kotabaru”


Pernyataan dan kalimat perintah tersebut merupakan salah satu dari banyak kalimat yang keluar dari mulut dosen yang mewawancarai saya dalam sebuah wawancara placement test yang saya ikuti. Sebenarnya apa yang susahnya untuk mendeskripsikan kota kecil dimana saya dilahirkan dan dibesarkan. Tapi kenyataannya,hal yang cukup susah bagi saya untuk melakukannya. Disamping dikarenakan memang mulut yang sudah sangat jarang untuk berkomunikasi dengan bahasa asing tersebut, ditambah dengan kebingungan saya untuk mendapatkan topik ataupun tema tertentu yang bisa membuat dosen tersebut semakin tertarik akan Kotabaru.

Tentunya bukan sebuah jawaban yang menarik jika saya harus mendeskripsikan tentang letak geografisnya, bahwa kabupaten Kotabaru terpisah dengan pulau Kalimantan, sementara di dinding dekat beliau ada sebuah peta besar Indonesia dimana sudah jelas terlihat (mencolok) disitu letak terpisahnya Kabupaten Kotabaru. Atau lebih spesifik lagi dengan jawaban geografi matematika tentang lintang dan bujur geografinya, sedangkan saya juga tidak tahu akan hal itu.

Tentunya hal yang menarik untuk menjelaskan tentang sumber daya alam, wisata alam, infrastruktur , serta masyarakatnya, sehingga menimbulkan hasrat bagi beliau untuk berwisata ke Kotabaru. Tapi apakah harus mendeskripsikan tentang kekayaan Kotabaru akan SDA khususnya batubara dan hutannya, sementara batubara dan hutannya sudah semakin habis oleh banyaknya ekploitasi illegal. Tentang hasil laut yang melimpah sementara nelayan Kotabaru sudah kesusahan dalam mencari nafkah di sana. Tentang wisata alam khususnya pantai dan lautnya sementara pantai dan laut tidak terurus dan penuh akan sampah , baik sampah rumah tangga maupun sampah industry. Atau tentang infrastrukturnya, sementara jalan dan jembatan banyak yang rusak, sehingga apabila melakukan perjalanan dengan angkutan darat dari Banjarmasin ke Kotabaru mengutip dari perkataan salah satu guru senior saya “capeknya tidak akan hilang hanya dalam dua hari setelah perjalanan tersebut”..Hmm..Kesimpulannya, deskripsi-deskripsi tersebut hanya akan saya paparkan jika kami berada dalam sebuah wawancara tahun 90-an ke bawah. Akhirnya, saya lebih mendeskripsikan tentang perbedaan pendidikan di Yogyakarta dengan Kotabaru (itupun juga perttanyaan beliau). Bukan mencari siapa yang unggul memang, tapi itulah adanya.

“So, Does it mean Kotabaru is lack of human resources?” Beliau melanjutkan pertanyaanya.

Saya rasa tidak begitu. Ini hanya masalah komitmen, kesungguhan, dan respons system pemerintahan dalam membangun SDM masyarakat, tentunya dominan berbicara masalah pendidikan. Sepengetahuan saya human capital dari masyarakat Kotabaru tidak kalah bersaing dengan human capital dengan daerah lain, toh sudah ada buktinya.


Tetapi berbicara masalah komitmen dan kesungguhan, mungkin tidak berbeda dengan daerah lain untuk alokasi anggaran pendidikan masih jauh dari 20% dari APBD, sehingga sekolah-sekolah masih sulit untuk menambah fasilitas-fasilitas penunjang untuk proses belajar mengajar. Tidak heran siswa-siswi Kotabaru masih sangat banyak yang gagap teknologi khususnya internet. Kecuali jika mereka secara swadaya dan swadana untuk merental atau mengikuti kursus yang sampai saat ini masih sangat mahal di Kotabaru. Bagi saya pribadi merupakan pencapaian yang patut diacungi jempol bagi pejabat yang bersangkutan jika di Kotabaru ada Internet Centre yang dikhususkan bagi siswa-siswi secara gratis dengan system dan aturan tertentu.

Kemudian jika berbicara masalah respons system pemerintah Kotabaru terhadap dunia pendidikan jika diukur dengan skala 10, sepertinya masih sekitar kurang lebih 6. Minimnya respons (muluk jika berbicara masalah reward) pemerintah terhadap SDM-SDM yang berkompeten dengan bidangnya masing-masing akan mengakibatkan SDM-SDM keluar secara geografis dari Kotabaru. Bukan berbicara masalah materialitas (walaupun tidak bisa dielakkan), tetapi tentunya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula idealisme dan visi yang dicita-citakan olehnya untuk kemajuan Kotabaru. Sehingga sudah barang tentu system pemerintahan harus bersifat responsif akan hal itu.


But, somehow, I do love my hometown...
Wanna know more about my hometown: http://www.kotabarukab.go.id

Tuesday, January 8, 2008

Visit Indonesia 2008

"Visit Indonesia 2008"

Kalimat itu pertama kali saya baca di sekitaran bundaran HI Jakarta pada waktu agenda jalan-jalan saya ke Jakarta dan sekitarnya. Kalimat itu terpampang begitu mencolok, so besar kemungkinan setiap orang melihatnya jika melintas di daerah tersebut. Sebagai warga negara Indonesia, saya bangga pemerintah mempunyai program dan target kesana.

Tidak berapa lama, di siaran televisi saya kembali melihat kalimat tersebut, yaitu dengan objek promosi propinsi Sumatra Utara kalau tidak keliru. Kemudian ditambah acara live music dari Sungai Musi tentunya promosi pariwisata Sumatera Selatan dong. Lagi-lagi saya bertanya dalam hati, propinsi Kalimantan Selatan bagaimana ya? Udah siap apa belum? Kemudian bagaimana ya dengan propinsi-propinsi lain yang sampai saat ini dilanda musibah berat?

Untuk men-
support program tersebut katanya pemerintah sudah membuat website dengan dana 17,5 milyar yang bersumber dari APBN. Bener tuh? Uang semua? dua pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sering dipakai orang (khususnya para remaja) ketika mereka merasa takjub dengan jumlah nominal uang tertentu. Begitu beragam komentar internet users terhadap hal tersebut, baik terhadap konten websitenya sendiri maupun dana pembuatan website tersebut. Ada yang biasa saja, salut terhadap pemerintah dengan programnya, ataupun salut terhadap besarnya dana yang terabsorpsi untuk pembuatan web tersebut (untuk tidak mengatakan perasaan aneh dan curiga mereka terhadap dana tersebut).

Tapi saya pribadi merasa pesimis terhadap kemampuan kita (Indonesia) dalam menjamu turis-turis asing. Hal tersebut saya rasakan ketika saya membeli tiket dan menikmati fasilitas-fasilitas pada beberapa spot tujuan wisata di Jakarta kemarin ataupun di kota-kota lain. Dimana saya tidak merasakan keramahan dan perlakuan yang setidaknya tidak membuat saya mengernyitkan dahi atas pelayanan dari petugas penjual tiket ataupun petugas teknisnya. Atau apakah hal itu akan berubah 180 derajat jika yang mereka hadapi ialah memang wisatawan asing yang dalam kantong atau dompet mereka full of dollars and credit cards, entahlah..hehe...

But hopefully it will be success, dengan target 7 juta wisatawan asing. By the way sudah 2008, tapi sampai saat ini masih belum banyak menemukan target-target hidup di masa yang akan datang, setidaknya membuat hidup lebih indah dengan tantangan-tantangannya..hehe.. Setelah melewati 2007 yang begitu melelahkan. Tenaga dan pikiran benar-benar tercurah di tahun tersebut. There were a lot of problems and things that made me should be a patient man. Yah namanya juga hidup, artinya tuhan masih memperhatikan kita..hehe..Bye..