Wednesday, November 26, 2008

MATA KULIAH "KEJUJURAN" & "PENGHITUNGAN DOSA"




Tidak ada yang berbeda dalam penjelasan beliau hari ini, masih seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya. Sudah kesekian kali beliau bercerita penyakit yang beliau derita, it’s like a heroic story when he tells about, simpati!! Pikiranku masih melalang buana mengingat hal yang menarik perhatianku dari satu minggu yang lalu-akan dua minggu ke depan, apapun itu masih kurahasiakan.

Setelah tiga puluh menit memberikan penjelasan, beliau memberikan kuis-ujian sebenarnya. Setelah soal dan lembar jawaban kubaca, sudah ada bayangan di otak, tapi seolah seperti mozaik-mozaik yang harus dipadukan terlebih dulu untuk menjadi bentuk utuh dan bermakna tentunya. I thought I wouldn’t complete it totally one hundred percent.

Tapi sungguh mengejutkan aku, beliau keluar. Pikirku siapa yang akan melakukan fungsi pengawasan pada ujian ini. Pun juga tidak ada CCTV di kelas ini. Dua yang menjadi pertanyaanku; (1) apakah beliau memperbolehkan untuk melihat buku atau catatan dan saling bekerja sama? atau (2) apakah urusan contek-mencontek itu sepenuhnya urusan kami, dosa tanggung masing-masing mungkin itu dalam pikiran beliau?? Huh, jadi bingung juga.

Apakah itu di kota besar atau kota kecil, di universitas ternama atau tidak, apakah itu universitas BHMN atau tidak, apakah itu di universitas yang keagamaannya kuat atau tidak, atau apakah itu universitas tua atau muda, yang namanya di Indonesia, ketika ujian tidak diawasi, maka terjadilah contek-mencontek sesama peserta atau mencontek ke catatan (kerpean), mungkin judgement ku salah, we hope so.

Bukan sok untuk menjadi manusia yang suci or just trying to be different, tapi kuusahakan untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak etis itu. Aku memandang ke kanan dan ke kiri, yang terlihat, banyaknya postur tubuh dan salah satu sikap terbodoh yang ada di atas bumi ini. Apakah mereka dilarang untuk memandang ke bawah?? Apakah bayar untuk berbicara dengan temanmu??

Buang semua identitas yang melekat!! Hentikan retorikamu!! Stop dema-demo yang kalian lakukan!! Stop sok-sok mencari-cari kesalahan pemerintah!! Ini merupakan kesombongan mahasiswa. Ini latah mahasiswa. Ini sikap mahasiswa yang suka mencari perhatian dan pujian. Yaitu ketika mereka masih melakukan titip absen, contek-mencontek, membawa kerpean, sementara mereka berkoar-koar di jalan-jalan. Terkesan as holy group and with no sin inside!!

“Zar, nomor tiga gimana?” seorang di sebelah ku bertanya.

“Mampus aku!!” kataku dalam hati.

Aku lemah juga. Aku masih beretorika. Aku membalik lembar jawabanku. Terlihat jawaban nomor tiga, olehku dan olehnya. Tapi, fortunately dia hanya memandang mungkin tiga detik. Entah tidak mengerti tulisan jelekku, atau jawaban miliknya sama dengan jawabanku, atau takut terlihat dosen yang sudah masuk kembali. Sehabis itu dia tidak menulis apapun, syukur…Tapi aku masih lemah!!

Waktu bak sesuatu yang jatuh bebas dari langit. Tidak terasa tinggal setengah jam lagi waktu akan berakhir. Alhamdulillah sudah terjawab empat dari lima pertanyaan di lembar jawabanku. Masih iseng kulihat, sikap-sikap bodoh tadi juga masih berlangsung, even the lecturer in front of us!!. Penyesalan karena ku lemah sebelumnya memukul-mukul kepalaku berkali-kali seolah pasir yang disisipkan ke dalam kain berbentuk dan berukuran seperti property yang sering dibawa oleh polisi dan Giring Nidji, tahu lah kamu itu apa an, yang menyala-nyala itu.

“Zar no … gimana??” pertanyaan dari seseorang tadi lagi, yang tidak kuketahui dia menanyakan nomor berapa.

“Nggak, bosan bikin dosa!!” jawabku sok suci tapi dengan senyum.

Alhamdulillah udah mulai kuat. Alhamdulillah lagi sudah terjawab semua. Walaupun ini tidak akan sempurna, tapi ini real apa yang aku peroleh dalam proses sebelum ujian ini. Pyuh, beranjak dari tempat duduk.

“Ki, nomor lima gimana??” pertanyaan dari seorang teman wanitaku.

“Ah, dosa-dosa” jawabku kemudian bergegas keluar.

Kau lihat itu potret mahasiswa Indonesia. Itu hanya sebagian. Bagaimana dengan mahasiswa yang melakukan skripsi dengan kuisioner sebagian diisi oleh dirinya sendiri? Mengisi absent untuk teman yang tidak hadir? Apa jadinya Indonesia masa depan? Generasi yang mempunyai sifat sama dengan generasi sebelumnya. Apakah harus ada mata kuliah Kejujuran dan mata kuliah Perhitungan Dosa?

Pray for me to become a strong person. When you do the good, you get the good first. Thanks..

Friday, November 7, 2008

Batik Dalam Badai

“Besok kita pakai baju batik ya..”

“Waduh..gmna akutidak punya batik?? Tapi nanti deh aku usaha in. Warnanya terserah aja ya??”

Hari ini sedikit berbeda dari hari biasanya. Salah satu mata kuliah mewajibkan kami untuk melakukan presentasi terkait isu-isu di dalamnya. Sepintas hal itu biasa, tapi kali ini, agak sedikit narsis, kita berencana untuk mengenakan batik. Yah batik.

Langit di utara sana terlihat mulai gelap, kelabu menuju hitam. Cuaca akhir-akhir ini sedikit mensyaratkan diri untuk melakukan prediksi dan langkah yang cermat untuk keluar kos, agar tidak menjadi seperti debu kecil yang di dera mungkin milyaran bahkan triliunan air dari langit, basah kehujanan.

Baju batik yang telah kupinjam dari saudara kamar sebelah sudah kusetrika. Well done and well prepared!! Segera ku kenakan dan langsung tancap gas ke kampus. Ku pacu dengan kencang kendaraan ini di antara banyaknya kendaraan lain di Yogyakarta. Terlambat sedikit saja akan kacau jadinya. Sengaja tidak ku bawa jas hujan, hanya akan menambah bobot ransel ku. Belum tiba ke kampus, hujan mulai turun. Terpaksa ku harus berteduh pada salah satu ruko di jalan dekat kampus UKDW. Hanya dalam hitungan detik gerimis menjadi lebat. Kemudian, dalam hitungan menit lebat menjadi badai. Pikirku ini hanya badai kecil. Kulihat atap sebuah ruko di depanku yang ditampar, diserbu, ditembak, dan diinjak-injak oleh jutaan armada hujan. Dia juga melawan, dia tetap tegar. Dramatis bukan…??

Lebih kurang setengah jam, kemarahan hujan superlebat mulai mereda. Aku coba menerobosnya untuk melanjutkan perjalanan ke kampus. Akan tetapi. Tidak seperti yang ku duga, hujan ternyata masih juga lebat, tetes air hujan di kota ini berdiameter lebih besar dibandingkan dengan diameter tetes air hujan di kampungku sana, entah kenapa..Sehingga aku harus berhenti dua kali dalam perjalanan.

Finally daripada terlambat, apalagi sebagai penyaji hari ini, basah tidak apalah, asal jangan basah sangat (sedikit melayu). Inilah ternyata puncak acara hari ini. Yogyakarta untuk kesekian kalinya terkena bencana, walaupun ini jauh lebih kecil dari sebelumnya. Baliho, spanduk, pohon-pohon, semuanya tumbang, meski juga ada yang bertahan. Tirai pohon di kampus tua ini sudah terbuka. Mereka tumbang, hancur, terhambur, dan messy. Grha Sabha kini tercemar keanggunannya. Padahal kawasan ini merupakan tempat yang tepat untuk beristirahat dan berlindung dari terik matahari, apalagi sambil menikmati sup buah Bandung, hmm…

Pada malam harinya, salah satu stasiun tv menyiarkan bahwa di Yogyakarta terjadi angin puting beliung. Apakah pesan-Nya untuk kampus ini?? Apakah Dia ingin mengingatkan kepada kampus ini bahwa para penuntut ilmu di dalamnya untuk lebih peduli dengan isu-isu lingkungan yang begitu urgent saat ini?? Kampus ini mungkin diminta oleh-Nya untuk lebih memberikan kontribusinya, salah satunya isu lingkungan ini.

Akhirnya aku memiliki pengalaman melihat langsung akibat dari angin puting beliung. Apakah ini yang terakhir? Sepertinya tidak, selama concern dan perilaku sehari-hari kita tidak peduli dengan isu-isu lingkungan. Global warming akan selalu menghantui dunia. Let’s save the earth, just do the little things if we can not do the bigger on our daily activity for saving the environment or at least delaying the global warming. Batik di bawah badai. Jika batik itu Indonesia, maka Indonesia tidak hanya akan berada di bawah badai saja, tapi menjadi pelanggan setia yang diterjang badai dan banjir ketika musim hujan. It has been happening…!!

Image copied from foto.detik.com