Sunday, May 18, 2008

Runner Up, Bangga Dong…!!! (Dari Badminton Menuju Lahirnya Kebangkitan Nasional)


Runner Up, Bangga Dong…!!!

(Dari Badminton Menuju Lahirnya Kebangkitan Nasional)


Akhirnya perjuangan itu terjawab sudah. Indonesia sampai saat ini masih harus mangakui keunggulan Cina pada tim Uber mereka. Mereka masih cukup tangguh. Status peringkat pemain teratas yang mereka sandang dari IBF bukan sesuatu kekeliruan. They have prove it.


Hasil 3-0 kemenangan mereka atas Tim Uber Indonesia lagi-lagi mengukuhkan bahwa merekalah jawara Uber dunia. Kemenangan ini juga menorehkan sejarah kepada mereka untuk memegang piala Uber enam kali berturut-turut dari tahun 1988, tentunya catatan kemenangan-kemenangan sebelum tahun 1998 juga harus diingat. Dan ternyata, hegemoni itu masih di tangan Cina.


Dari segi teknis permainan, Tim Uber Indonesia sebenarnya telah memperlihatkan permainan yang sangat indah, super indah, excellent. Seakan-akan sebuah kata “menyerah” telah dibenamkan ke dasar bumi yang paling dalam. Sehingga terbakar melepuh oleh panas bumi. Merah Putih itu masih berkibar Burung Garuda itu masih berdiri gagah perkasa menatap tajam rivalnya.


Medali perak yang dikalungkan oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono kepada Firdasari dkk, setidaknya sebuah bukti bahwa Indonesia berusaha. Diukur dari target yang telah ditetapkan sebelumnya, Tim Uber Indonesia bisa dikatakan telah sukses. Indonesia yang hanya menargetkan berjuang sampai semifinal ternyata mampu melangkah lebih jauh sampai ke final.


Pada perhelatan besar ini, acara besar bulu tangkis dunia, terlihat antusiasme dan animo masyarakat, baik menonton langsung ke Istora atau hanya di depan televise masing-masing. Dipastikan adanya harapan kemenangan dari semua anak ibu pertiwi bagi Tim Uber Indonesia. Seluruh rakyat berharap untuk kemenangan Indonesia. Dan akhirnya sang Merah Putih telah berkibar. Walau, hanya berada di posis runner up.


Satu hal yang harus digarisbawahi dari harapan itu, ternyata rakyat Indonesia masih percaya bahwa bangsa ini bisa bangkit. Daun-daun harapan pada sebuah cabang olahraga ini telah tumbuh setelah mengalami kekeringan. Kini, kita masih menunggu untuk tumbuhnya daun-daun harapan cabang olahraga lain di pohon olahraga ini. Kita juga menunggu tumbuhnya daun-daun harapan pada pohon-pohon politik kita, pohon-pohon sosial, pohon-pohon ekonomi, dan pohon-pohon budaya. Yang pada akhirnya membuat hutan Indonesia akan lebat kembali dengan pohon-pohon dan daun-daun harapan itu. Kemudian, kita dapat memetik hasilnya.


Tentu semua itu menuntut kerja keras sang empunya hutan. Rakyat Indonesia dan pemerintah-lah sang empunya. Sinergi dari dua pemilik ini akan mampu menghijaukan hutan ini. Hutan yang akan membuat silau bangsa-bangsa dengan semburat kilau hijaunya. Semburat kilau Zamrud Khatulistiwa.


Jika sampai saat ini bangsa Indonesia masih berada left behind dari bangsa-bangsa lain, bukan sebuah hal yang mengherankan. Tengoklah kesalahan bangsa ini. Betapa tajamnya mesin-mesin chainsaw kita merenggut pohon-pohon harapan itu. Betapa malasnya kita menyiramnya dengan air kearifan. Betapa bodohnya kita memberi pupuk yang salah. Betapa kelirunya kita memotong tunas-tunas daun yang mau tumbuh itu dengan gunting bermerk korupsi. Entah darimana kita dapat gunting-gunting itu, yang jelas kita berada dalam lima besar dalam hal jumlah kepemilikannya di dunia.


Dengan momentum Seabad Hari Kebangkitan Nasional, mudah-mudah virus badminton bisa menularkan virus positif kepada bangsa ini, kepada semua anak-anak ibu pertiwi, baik itu pejabat, konglomerat, selebritis, tokoh politik, dst, tidak ketinggalan mahasiswa, yah, mahasiswa, agar sadar dengan posisi dan tindak tanduknya. Saya menekankan kata mahasiswa, karena tidak lain akan keheranan saya kepada yang katanya pemegang status agen of change ini. Keheranan saya terhadap perubahan yang dituntutt oleh mereka akan tetapi justru tuntutan tersebut dilaksanakan dengan descrucptive actions. Sungguh kontradiktif.


Kepada pahwalan-pahlawan Badminton kami, kalian telah berjasa, sangat berjasa. Betapa harus berterimkasihnya bangsa ini kepada kalian. Kalian telah membuka pintu rumah kita agar tamu/bangsa lain bisa melihat ke dalamnya. Kita harus bangga dengan prestasi kita. Lebih dari itu harus bangkit kembali, bangkit di seluruh lini. Demi Negara. Yah…demi Negara dan Bangsa kita…

No comments:

Post a Comment