Monday, January 3, 2011

Motivasi Dahsyat








Ialah kekurangan, kemiskinan, kegagalan, dan kegetiran hidup sebagai pendorong dahsyat itu. Anne Ahira



Lampu baru saja menyala…

Sore ini, seperti biasa, ada jadwal untuk bermain futsal anak kos dengan stim lawan. Kali ini dengan lawan yang sama dengan minggu lalu, jam yang sama, dan lapangan yang sama. Namun, ketika tiba di lapangan, setelah melepas mantel hujan dikarenakan hujan lebat di Yogyakarta hari ini, keadaan lapangan tidak seperti biasanya. Sebuah anakronisma terjadi. Lapangan futsal indoor yang seharusnya terlindung dari hujan, 40% bagiannya tergenang air.

Hampir 45 menit memaksakan untuk menggunakan lapangan. Pemanasan, kemudian dribbling, passing, dan shooting, juga tidak ketinggalan heading, pada akhirnya aku  juga keluar lapangan menyusul teman-teman yang sudah lebih dulu keluar. Tim lawan yang datang terlambat, tak satupun dari mereka yang memasuki lapangan.

Keringat menetes kecil sambil menyaksikan tim lain yang sedang latihan di lapangan sebelah. Lapangan ini dalam kondisi seperti biasa, tidak ada air hujan yang menggenang. Tim yang sedang latihan ialah tim sama yang ku lihat pada minggu lalu. Sepertinya, tim ini rutin di Senin sore untuk latihan di lapangan ini. Seorang bapak yang berumur lebih kurang 50 tahun melatih tim ini. By the way, sangat jarang para mahasiswa yang berada di lapangan menyia-nyiakan untuk tidak bermain secepatnya. Namun mereka sungguh berniat untuk latihan. Passing, shooting, dribbling, dan lain-lain. They are not that young anymore, buat apa latihan begitu seriusnya, toh sejauh-jauhnya pencapaian di umur seperti ini paling-paling hanya menjuarai turnamen futsal se-propinsi. Toh, skill mereka juga tidak hebat-hebat amat.

Setelah mengajukan permohonan beberapa saat yang lalu, akhirnya kami bermain ( bertanding) dengan mereka, tim yang sedari tadi berlatih ini. Sang pelatih mendekati kami untuk mengajak berbincang sebentar, mengarahkan bagaimana permainan ini seharusnya dilakukan: compliance to the rule. Memang seharusnya seperti itu Pak. Saya setuju. Kami setuju.

Permainan pun dimulai. Latihan yang rutin mereka lakukan sangat membantu mereka untuk membingungkan kami. Kami yang unorganized dalam bermain harus menerima perlakuan permainan mereka yang lebih unggul. Aku pribadi tidak begitu merasa mereka seunggul itu, karena pengalaman bermain dengan dua atau tiga tim yang sebelumnnya di waktu lampau, jauh membuat kami kocar-kacir dan pontang-panting dibandingkan saat ini. Anyway, kami tetap kalah.

Permainan hanya berlangsung lima belas menit, kemudian usai. Untuk sepuluh orang, kami hanya bermain masing-masing 7 menit. Sangat singkat. Jangankan emosi, keringat pun enggan untuk keluar. Sang pelatih mereka mendekati kami untuk berbincang-bincang kembali. Beliau memperkenalkan diri sebagai pemain sepak bola di masa lampau. Salah satu dari pemain PSSI yang pernah TC di Brazil di masa lampau. Beliau banyak bercerita mengenai sepak bola masa lampau. Juga tentang Beni Dolo, Alfred Riedl, Okto, dan seterusnya. Aku mendengarkan. Sesekali bertanya. Mendengarkan kembali.

Setelah sang pelatih meninggalkan kami, tidak beberapa lama kami pun melangkahkan kaki pulang. Lagi, hujan yang berhenti sesaat, kembali lebat. Oh Tuhan, malam ini sempurna kegagalan dan kekalahan yang menyapa. Gagal untuk bermain karena lapangan tergenang hujan. Kalah dalam bermain dalam waktu singkat 15 menit tanpa gol yang kami sarangkan. Kemudian pulang dengan harus menggunakan mantel hujan kembali, mendapati kos dan seluruh tetangga dalam keadaan gelap gulita: listrik mati. Sistem wifi yang belum beroperasi yang telah beberapa minggu ini juga membuat dalam kekalahan dan kegagalan ini. Oh, malam ini sempurna untuk menggencet perasaan. Kegagalan dan kekalahan, lagi…

Namun, salah satu sisi hatiku berbicara: tidakkah indah pelajaran yang diberikan oleh kegagalan dan kekalahan? (1) dia mengingatkan bahwa engkau harus lebih banyak berlatih, dan (2) apakah ini benar-benar sesuatu yang menjadi fokus mu? Cling!!

Aku tidak mau berleha-leha duduk di ruang tamu kos di kegelapan ini. Aku putuskan untuk membeli lilin dan menggunakannya untuk mandi secepatnya, kemudian mengerjakan kewajiban harian, kemudian ku ambil buku favoritku untuk membaca diterangi oleh lilin. Oh indahnya!! Kamar kos terasa romantik dengan penerangan hanya lilin. Membaca nasihat dari sang penulis terasa syahdu sekali. Sepertinya nanti asyik juga untuk mematikan lampu kemudian menyalakan lilin untuk membaca. Meskipun penglihatan kurang terang, namun penglihatan dan pikiran lebih fokus ke konten buku. Indah sekali. Ini yang disebut dengan keterbatasan itu indah bagi hati yang berkeinginan namun tegar dan tangguh. Aku kembali merasakan bahwa motivasi yang paling hebat itu ialah kekurangan dan keterbatasan. Karena, seorang anak yang miskin akan lebih termotivasi daripada seorang anak dari keluarga yang kaya bukan? Pernyataan bahwa ini kemiskinan, kekurangan, kegagalan, dan kegetiran hidup sebagai pendorong dahsyat untuk mencapai impian ialah ketika aku membaca blognya Anne Ahira. Dan ketika itu aku berkata: “Iya juga ya!! Fabulous!!”

Sementara mudahnya mengeluhkan berbagai kekurangan dan kegetiran hidup, namun ternyata itulah pendorong yang dahsyat itu...Apa jadinya jikalau semuanya mudah? Lihatlah, hidup itu indah bukan. Firman Tuhan yang mengatakan bisa jadi ini buruk menurutmu padahal sebenarnya ia baik bagimu, benar-benar teryakini. Kita memang manusia, yang tidak semengerti itu dalam mengerti cara Tuhan berkomunikasi untuk menjadikan kita besar.

Lampu kemudian menyala. Aku mengaktifkan ‘mesin ketik elektronik’ ini untuk menulis tulisan ini. Pelajaran indah di awal tahun untuk lebih meresapi, untuk belajar lebih bersyukur, positif, berprasangka baik, menerima kekalahan dan kegagalan, dan berfokus dan berkonsentrasi pada kekuatan dalam mencapai impian. I wish this is going to be super, as I hate the mediocrity…

Life is beautiful. It is all about learning…

No comments:

Post a Comment